Kamis, 05 Agustus 2010

Rp 1.000 Jadi Rp 1, Biar Rupiah Gagah

Kamis, 5 Agustus 2010 | 07:15 WITA
JAKARTA, TRIBUN  - Rencana Bank Indonesia (BI) untuk menyederhanakan nilai rupiah atau redenominasi akan membuat mata uang domestik lebih bergengsi. Nominal yang besar mencitrakan mata uang yang tidak stabil.

"Jadi agak kurang bergengsi," kata pengamat ekonomi Dradjad Wibowo di Jakarta, Rabu (4/8). Redenominasi adalah penyederhanaan penyebutan satuan harga maupun nilai mata uang. Maksudnya, pecahan mata uang disederhanakan tanpa mengurangi nilai dari uang. Nilai mata uang tetap sama meski angka nolnya berkurang. Misalnya, Rp1.000 menjadi Rp1, sedangkan Rp1 juta menjadi Rp1.000.

Dia menjelaskan, nilai nominal rupiah memang sudah terlalu besar. Efeknya terutama pada transaksi yang melibatkan valuta asing. Kuotasi rupiah terhadap dolar AS dan euro bisa sampai 4-5 desimal di belakang koma. "Jadi tidak praktis dan tidak nyaman," tuturnya.

Menurut Dradjad, manfaat penyederhanaan rupiah adalah membuat transaksi lebih praktis, nyaman, dan bergengsi. "Kalau satu dolar AS hanya Rp 9, kesannya mata uang itu kuat," ujarnya.

Selain praktis untuk sektor keuangan, industri jasa akan menerima manfaat serupa. Misalnya, penulisan di menu restoran lebih mudah. Meski demikian, Dradjad menambahkan, manfaat bagi pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas ekonomi tidak banyak. "Malah ada inflasi karena perubahan desimal. Harga Rp 5.950 tidak ditulis Rp 5,95, tapi Rp 6," kata dia. Dampak lainnya, menurut dia, adalah biaya cetak uang kertas dan koin baru juga mahal. "Redenominasi ini hanya kebutuhan sekunder, bukan primer," tuturnya.

Pendapat serupa juga datang dari Mantan Deputi Gubernur Senior BI Anwar Nasution. Ia menilai redenominasi hanya sebagai simbol bahwa ekonomi Indonesia sudah pulih. Redenominasi rupiah juga untuk memberi kesan rupiah bisa lebih 'gagah' nominalnya dengan mata uang asing.

"Ini hanya politik dari 9.000 (kurs dolar)  menjadi 9 (rupiah), biar gagah lah kelihatannya kalau satu dolar," ujar Anwar.

Anwar menambahkan, redenominasi uang rupiah sebagai simbol untuk menggambarkan perekonomian Indonesia yang sempat kena dampak krisis beberapa waktu lalu sudah lewat dan siap menyongsong masa depan.

"Sudah tujuh tahun kita selesai program IMF, sejak tujuh tahun. Laju inflasi tetap satu digit sudah bagus. Maka memberikan perlambang bahwa ekonomi sudah tak krisis bahwa kita serius mempertahankan," jelas Anwar.

Meski begitu, ia mengakui dampak dari redenominasi jika ada masalah pada perubahan harga relatif, khususnya bagi orang-orang miskin akan terasa, karena orang miskin memegang kekayaannya melalui uang tunai."Kalau orang kaya bisa lewat emas, kalau tukang ojek bagaimana bisa dia beli emas. Beli dolar mana tahu tukang ojek beli dolar," katanya.
Megawati Bingung
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri masih bingung dengan rencana BI untuk melakukan redenominasi. Selain bingung dengan istilah redenominasi, Mega juga bingung menghitung uang yang satuannya tidak tiga angka.

"Sekarang contoh konkret bagaimana menghitung mereka yang satuannya tidak tiga angka. Uang receh kita kan masih ada 50 perak kan? Silakan saja kalau mau tukar tempe?," ujar Mega dalam jumpa pers Rakornas PDIP, Rabu (4/8).

Mega juga mengaku sulit untuk mengatakan kata redenominasi itu. Mega meminta BI berbicara dengan bahasa yang bisa dimengerti rakyat. "Itu namanya susah. Apa ya Indonesianya, susah banget itu. Saya sendiri mau mengatakannya susah. Lebih baik bicara bahasa rakyat saja," kata istri Ketua MPR Taufiq Kiemas itu.

Dukungan terhadap wacana redenominasi juga datang dari Wakil Ketua MPR Hajriyanto Tohari. Hal ini dianggap perlu untuk meningkatkan rasa percaya diri bangsa. "Bayangkan mata uang kita, satu dolar AS itu Rp 10 ribu bahkan sempat Rp 11 ribu.  Itu merendahkan martabat bangsa. Sangat terasa ketika kita pergi keluar negeri, mata uang kita sangat tidak berharga," kata Wakil Ketua MPR,  Rabu (4/8).

Menurut ketua DPP Golkar ini, Indonesia bisa mencontoh redenominasi yang sudah lebih dahulu dilakukan Turki. "Saya mengambil contoh Turki, mereka menyederhanakan bahkan tidak hanya tiga digit tapi enam digit. Jadi dulu mata uang turki 1 dolar AS sama dengan 1 juta mata uang Turki, kemudian pemerintah Turki meredenominasi itu sehingga 1 dolar AS itu sama dengan 1 mata uang Turki. Itu bsia berlangsung dalam waktu lima tahun," jelas dia.

Menurut dia, secara perspektif politik, penyederhanaan nominal mata uang perlu dilakukan. Sebab akan mempengaruhi rasa percaya diri bangsa. "Saya tidak tahu secara teknis bagaimana, tapi yang jelas secara psikologi politik itu perlu dilakukan," ujarnya.

BI memperkirakan proses redenominasi akan membutuhkan waktu sekitar 10 tahun. Tahapan pertama yang dilakukan bank sentral yakni sosialisasi yang dimulai dari tahun 2011 dan tuntas pada di 2022.

Sosialisasi akan dilakukan hingga 2012, dan tahun 2013 akan dilanjutkan dengan masa transisi. Pada masa transisi digunakan dua rupiah, yakni memakai istilah rupiah lama dan rupiah hasil redenominasi yang disebut rupiah baru.

Pjs Gubernur BI Darmin Nasution sebelumnya memberikan penjelasan, dalam masa transisi itu toko-toko yang menjual sebuah barang akan tercatat 2 label harga. Yakni dengan rupiah lama dan dengan rupiah baru. Jika nol-nya disederhanakan 3 digit, lanjut Darmin, kalau harga barangnya Rp 10.000 maka akan dibuat dua label yakni Rp 10.000 untuk rupiah lama dan Rp 10 untuk rupiah baru. (vnc/dtc/tribunnews.com)

Kutipan ini diambil dari sumber http://www.tribunkaltim.co.id/read/artikel/63620

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Welcome to my blog
go to my homepage
Go to homepage











Want this Intro Click Here